Minggu, 16 November 2014

About Failure



Ini tentang cerita kegagalan saya menembus dinding tebal PTN. Semoga bermanfaat^^

Setiap orang tua tentunya menginginkan anaknya menjadi sukses, atau setiap orang pasti menginginkan memiliki masa depan gemilang. Ya, sama seperti saya yang berharap memiliki masa depan di sebuah universitas negeri. Langkah saya berawal dari keikutsertaan saya dalam SNMPTN (jalur undangan) sistem penilaiannya menggunakan nilai rapot sekolah. Saya mantap ingin mengambil jurusan Teknik Sipil tapi saya kebingungan dengan pilihan universitas nya. Mulai dari konsultasi dengan orang tua, guru BK di sekolah, sampai kepada tentor di lembaga bimbel sering saya lakukan. Di setiap sholat, tidak lupa saya selipkan doa memohon kepadaNya untuk menunjukan jalan dimanakah saya harus melabuhkan pilihan. 
Saya hanya meminta dimanapun nanti akhirnya saya kuliah, saya yakin itu adalah hal terbaik yang Allah berikan. Saya hanya meminta Universitas yang baik untuk kehidupan saya dan keluarga saya di dunia dan di akhirat. Akhirnya setelah melalui proses bimbang berbulan-bulan, saya memutuskan untuk mendaftar di UNDIP Semarang dan ITS Surabaya jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, saya menaruh harapan besar agar bisa diterima disana. Hari demi hari terlewati. Pengumuman pun tiba, tapi ada tangis disana. Saya GAGAL. Sementara banyak teman-teman  yang lolos seleksi. Bahkan ada yang diterima di UGM dengan beasiswa penuh. Bukankah itu namanya dream comes true? Mereka yang dinyatakan lolos, seakan tidak percaya bisa menembus dinding tebal PTN tanpa adanya tes tertulis. Seolah mereka itu memang born to lucky, Hidup akan terasa begitu indah bagi mereka. Lantas bagaimana dengan saya yang belum beruntung meraih kelulusan SNMPTN? Tak bisa dipungkiri bahwa kesedihan yang begitu mendalam mendekap malam-malam saya. Tangis pun pecah, namun orangtua menghibur dan meyakinkan jika itu memang bukan rezeki saya.
Akhirnya saya pun bangkit dan mencoba kembali optimis dengan mendaftar STIS. Bukan perkara mudah memang untuk bisa lolos sekolah kedinasan dengan ribuan peserta dari seluruh Indonesia. Semua usaha saya lakukan, Belajar pagi, siang malam. Berdoa memohon kepadaNya. Dan ketika hari pengumuman tiba, sekali lagi saya GAGAL. Berat rasanya menerima kenyataan seolah dunia berhenti berputar. Tetapi saya tidak mau larut dalam kesedihan, selagi masih ada kesempatan, tidak boleh saya sia-siakan. Saya tidak menyerah dengan PTN, saya mengikuti tes SBMPTN dengan mengambil IPB dan ITS masih tetap kekeh pada Teknik Sipil. Tidak tau kenapa, saya hanya bercita-cita ingin kuliah di Teknik Sipil. Saya hanya mengikuti apa kata hati saya. Doa, Ikhtiar, Tawakal saya hanya meyakini itu. Setiap panjatan doa selalu saya memohon
“Ya Allah, ampuni hambaMu ini yang selalu banyak meminta. Hamba hanyalah manusia yang ingin mendapat ridhoMu, Ya Allah. Ridhoilah setiap langkah hamba. Jabahlah permohonan hamba... harapan hamba saat ini hanyalah ingin membahagiakan orangtua, Ya Allah. Hanya itu. saya mohon, permudahlah saya dalam menjalani segala usaha untuk bisa kuliah di perguruan tinggi negeri..”
Hasil SBMPTN pun keluar. Sekali lagi saya tidak hanya merasa dunia berhenti berputar, tetapi saya merasa seperti ditampar berkali-kali, saya Gagal lagi. Mungkin, saya mengalaminya karena mengikuti panggilan hati saya yang menuntun ke sana tetapi saya tidak menyesal karena hal itu. Ini akan menjadi pecutan bagi saya untuk belajar lebih giat lagi. Masih ada kesempatan, saya mencoba mengikuti tes di UNS Solo, kali ini dengan jurusan baru D3  Kesehatan Masyarakat. Tidak hanya tes tertulis, tetapi juga Wawancara. Semua tahap saya lalui, tetapi saya hanya manusia biasa yang sedang mengalami namanya proses perjuangan, yang hanya bisa berusaha dan berdoa, sepenuhnya Allah yang berkehendak, dan pengumuman pun menyatakan bahwa saya Gagal. Kegagalan untuk kesekian ini air mata saya tidak mau menetes. Saya hanya tersenyum menyeringai menyadari kenyataan pahit itu. Hati saya pun hancur. Bukan karena belum mendapatkan apa yang saya mau, tetapi saya sungguh tidak berdaya melihat kekecewaan yang kedua orang tua saya rasakan di setiap hari pengumuman tiba. Berhari-hari saya bahkan belum bisa menerima apa yang di timpakan di kehidupan saya. Sampai akhirnya entah karena sudah kebal di tolak universitas Negeri, saya justru mendafar STAN. Sudah bisa di terka bahwa saya pasti Gagal. Bahkan sejak awal saya melakukan pendaftaran saya tidak pernah merasa yakin akan lolos, tapi saya tetap mencoba nya, sekalipun saya Gagal yang terpenting saya sudah berusaha dengan kemampuan saya, berdoa dan tidak berputus harapan. Begitu sering rupanya saya menyaksikan kegagalan di proses ini hingga saya tidak bisa lagi menangis. Bahkan terlebih sering menertawakan diri sendiri untuk sekedar menghibur kekecewaan kedua orang tua. Hopeless, sedih, malu, kecewa, gengsi campur menjadi satu, tapi yasudahlah, apa gunanya menyesali yang sudah terjadi. Bukankah ini namanya proses. Kalau gagal ya coba lagi. Semangat seperti itulah yang Alhamdulillah terus tertanam di diri saya.
Sampai akhirnya saya mendaftar PMDK UNSOED Purwokerto. Pagi-pagi buta, hujan berangkat ke Purwokerto demi sebuah cita-cita Universitas Negeri. Saya sudah belajar keras semampu saya, berusaha dan mempelajari soal-soal yang terdahulu. Saya pun sempat optimis, karena sedikit mudah dalam mengerjakan soal. Berdoa pada Sang Pencipta pun saya panjatkan demi lancarnya segala langkah yang saya lakukan. Tidak berhenti sampai disitu, selang beberapa hari saya kembali tidak menyerah dengan PTN dengan mendaftar UNY Yogyakarta, dan Diploma 3 UGM sekalipun saya tidak pernah mau jika ditawari untuk kuliah di Kota Gudeg itu. Tapi ya, mau bagaimana lagi, saya harus berusaha dimanapun, kapanpun. Saya selalu berusaha untuk memandang hidup ini dari sisi positifnya karena meruntuki penyesalan hanya akan berujung dengan kegagalan. Menilik kisah-kisah orang sukses di dunia ini, mereka yang berhasil meraih cita-citanya adalah orang-orang yang memandang sebuah kegagalan sebagai cambukan untuk mencoba lagi. Orang yang sukses adalah mereka yang jatuh tujuh kali tapi bangkit delapan kali.
Tapi tidak pernah saya duga, Ayah menawari untuk mencari sekolah Swasta. Saya menolak. Apa jadinya nanti kalau saya sekolah di swasta? Bukan kualitas pendidikan nya yang saya ragukan. Karena menurut saya menuntut ilmu dimanapun pasti sama terbukti dari SD sampai SMA saya tidak pernah berminat memasuki sekolah-sekolah Favorit dan saya lebih nyaman dengan hal-hal semacam itu. Hanya saja, saya tidak bisa membayangkan berapa rupiah yang akan orang tua saya keluarkan untuk sekolah di Swasta? Bukankah sudah pasti biayanya mahal? Kedua orang tua saya bekerja sebagai PNS memang dengan tunjangan sertifikasi setiap bulannya. Tetapi, tahun ini saja, mereka berarti harus membiayai ke empat anaknya kuliah perguruan tinggi. Kakak saya kuliah semester akhir di UIN Yogyakarta, dan mbak saya di UNY Yogyakarta. Belum lagi nanti kalau ditambah saya dan saudara kembar saya. Karena itulah tidak bisa saya bayangkan apa jadinya kalau saya kuliah di swasta. “Nanti dulu ya pah, kita tunggu hasil UNSOED, UNY dan UGM nya. Kalau memang masih gagal, ya berarti memang bukan rejeki. Mungkin lebih baik menunggu tahun depan saja” Begitu kiranya yang saya sampaikan kepada ayah saya. 
Hari demi hari telah berlalu. Waktu pun cepat berlalu. Saya sudah mengikuti tes dan tinggal berdebar menunggu hasilnya... Hari pengumuman silih berganti dan lagi-lagi kekecewaan yang saya dapatkan. SAYA GAGAL LAGI! Untuk yang kesekian kalinya. Saya amat malu pada orangtua karena mengecewakan mereka. Bahkan saya merasa berdosa pada mereka. Sudah tak terhitung berapa jumlah nominal yang harus dikeluarkan untuk mengikuti segala tes masuk. Mungkin sekitar satu juta atau bahkan lebih.. “Ya Allah.. sebodoh inikah saya?? Hamba benar-benar sangat kecewa dan terpukul.. bukan bermaksud tidak mensyukuri, tapi saya merasa tidak ada artinya dibandingkan mereka yang lebih pandai dari saya..”
Saya benar-benar terpuruk. Kiranya semua kemampuan yang saya bisa telah saya upayakan demi membuat kedua orantua saya bangga. Tetapi semuanya masih gagal. Akhirnya keputusan final Ayah mengharuskan saya kuliah tahun ini. Tidak peduli negeri atau swasta. Saya sempat menolak dan memprotes. Lebih baik menunggu tahun depan saja, kita coba lagi. Mungkin setahun ini saya bisa ikut kursus atau bimbel? Tetapi tetap Ayah menolak. “Sudahlah, jangan dipikirkan seberapa besar masalah biayanya. Kalau uang kan masih bisa di cari. Yang terpenting kamu bisa kuliah, sukur-sukur bisa dapat beasiswa. Bukankah kamu sendiri yang bilang bahwa kuliah dimana pun sama saja? Lagian, kalau kamu nganggur mau ngapain setahun di rumah? Ayah hanya tidak mau melihat kamu harus berputus harapan”. Mendengar itu semua saya benar-benar merasa seolah-olah seluruh dunia menghujani saya dengan batu-batu runcing dan menusuk tepat di dada saya. Tapi, kalau dipikir-pikir untuk apa saya sedih? sedih itu untuk mereka yang belum siap menerima kenyataan, sedih itu untuk mereka yang takut akan masa depan, sedih itu adalah mereka yang tidak bersyukur, sedih itu untuk mereka yang tidak bisa melihat keindahan dari keburukan. Saya harus bangkit! Saya akan menjalani hidup ini dengan tangan terbuka lebar dan menerima segala rasa yang hidup ini tawarkan. Kecewa, galau, gundah, gusar, maupun kesedihan, semuanya akan saya telan bulat-bulat meskipun terasa pahit. Karena hanya dengan tangan terbuka lebar, saya juga membiarkan perasaan-perasaan seperti harapan, semangat, optimisme, serta cinta datang dan memeluk saya erat, mendorong saya untuk terus maju dan menjalani hidup ini dengan benar-benar hidup. Dibalik semua ini, saya yakin Allah telah menyiapkan hal yang baik untuk saya. Saya harus bangkit!. Legenda basket terkenal Michael Jordan pernah berkata, “I can accept failure, everyone fails at something. But I can’t accept not trying.” 
Artinya, “Aku bisa menerima kegagalan, setiap orang pernah gagal. Tapi aku tidak bisa menerima untuk tidak mencoba.” Selama kita masih memiliki tujuan yang menggairahkan untuk dicapai, tidak pantas kita patah semangat di tengah jalan, karena dalam kenyataannya, tidak ada sukses sejati yang tercipta tanpa melewati kegagalan. Tujuan hidup saya masih panjang. Saya harus membahagiakan kedua orang tua. PTN memang bukan segalanya. Kalau saya berusaha lebih keras lagi saya pasti bisa mewujudkan cita-cita saya yang lain. Jika saya jatuh, kemudian mengeluh dan menyerah, maka seperti inilah yang namanya Gagal. Sejatinya saya bangga dengan diri saya sendiri. Tidak peduli seberapa banyak saya terjatuh, saya akan tetap bangkit! Dari awal, memang apa yang saya minta adalah Universitas yang baik, bagi dunia dan akhirat saya. Dan betul, Allah mengijabah doa saya. Dengan membawa saya sekarang berkuliah di Univeritas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Universitas dengan lingkungan kampus yang Islami membuat saya berucap syukur tiada henti kepadaNya. Bersyukur bahwa saya tetap ada di jalanNya. Membawa saya menjadi manusia yang lebih baik, saya sangat bersyukur. Kita tahu, bahwa niat baik atau keinginan berbuat baik itu selalu saja ada halangannya, tapi teruskanlah! Terus berusaha lakukan yang terbaik, karena tak ada satu kesulitan yang dapat menghalangi  2 kemudahan!
(Q.S. Alam Nasyrah 5-6)

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
“sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”

Allah menyediakan 2 sisi yang saling berpasangan dalam hidup, dibalik setiap nikmat ada cobaan yang menanti demikian juga sebaliknya…dibalik setiap kegagalan dan cobaan ada kenikmatan yang juga menanti. Begitu seterusnya antara nikmat dan cobaan silih berganti saling melengkapi. Tantangan saya sebagai penerima paket tersebut adalah sama-sama mensyukuri kedatangannya, 1 paket sekaligus…keberhasilan dan kegagalan.
Keyakinan mutlak bahwa tidak ada satupun daun yang jatuh di belahan bumi ini tanpa se-izinNya, apalagi berkenaan dengan hasil jerih payah kita dalam berusaha, tentulah ada “izin dan ingin”Nya…tentulah ada “nikmat dan cobaan” sebagai paketnya. Sama seperti gagal dan berhasil, dibalik kenikmatan pastilah ada cobaan begitu juga sebaliknya.
Jadi mensyukuri sebuah keberhasilan dan nikmat, itu memang seharusnya. Bukan hanya bersabar, namun juga mensyukuri kegagalan dan cobaan dengan ikhlas, barulah luar biasa! Tentulah akan ada makna mendalam yang membekas dan mendapat point tinta emas dalam buku catatan amal kita kelak.
Yakinlah, apa yang Allah kehendaki pasti akan lebih banyak manfaat ketimbang mudhorotnya. Serahkan, Ikhlaskan, Pasrahkanlah hanya kepadanyaaa.. Semangat menjemput masa depan yang lebih baik!^^



Tidak ada komentar:

Posting Komentar