Ini tentang cerita kegagalan saya menembus dinding
tebal PTN. Semoga bermanfaat^^
Setiap orang tua tentunya menginginkan anaknya menjadi
sukses, atau setiap orang pasti menginginkan memiliki masa depan gemilang. Ya,
sama seperti saya yang berharap memiliki masa depan di sebuah universitas
negeri. Langkah saya berawal dari keikutsertaan saya dalam SNMPTN (jalur
undangan) sistem penilaiannya menggunakan nilai rapot sekolah. Saya mantap
ingin mengambil jurusan Teknik Sipil tapi saya kebingungan dengan pilihan
universitas nya. Mulai dari konsultasi dengan orang tua, guru BK di sekolah,
sampai kepada tentor di lembaga bimbel sering saya lakukan. Di setiap sholat,
tidak lupa saya selipkan doa memohon kepadaNya untuk menunjukan jalan dimanakah
saya harus melabuhkan pilihan.
Saya hanya meminta dimanapun nanti akhirnya saya
kuliah, saya yakin itu adalah hal terbaik yang Allah berikan. Saya hanya
meminta Universitas yang baik untuk kehidupan saya dan keluarga saya di dunia
dan di akhirat. Akhirnya setelah melalui proses bimbang berbulan-bulan, saya
memutuskan untuk mendaftar di UNDIP Semarang dan ITS Surabaya jurusan Teknik
Sipil dan Lingkungan, saya menaruh harapan besar agar bisa diterima disana.
Hari demi hari terlewati. Pengumuman pun tiba, tapi ada tangis disana. Saya
GAGAL. Sementara banyak teman-teman yang lolos seleksi. Bahkan ada yang
diterima di UGM dengan beasiswa penuh. Bukankah itu namanya dream comes true? Mereka
yang dinyatakan lolos, seakan tidak percaya bisa menembus dinding tebal PTN
tanpa adanya tes tertulis. Seolah mereka itu memang born to lucky, Hidup akan
terasa begitu indah bagi mereka. Lantas bagaimana dengan saya yang belum
beruntung meraih kelulusan SNMPTN? Tak bisa dipungkiri bahwa kesedihan yang
begitu mendalam mendekap malam-malam saya. Tangis pun pecah, namun orangtua
menghibur dan meyakinkan jika itu memang bukan rezeki saya.
Akhirnya saya pun bangkit dan mencoba kembali optimis
dengan mendaftar STIS. Bukan perkara mudah memang untuk bisa lolos sekolah
kedinasan dengan ribuan peserta dari seluruh Indonesia. Semua usaha saya
lakukan, Belajar pagi, siang malam. Berdoa memohon kepadaNya. Dan ketika hari
pengumuman tiba, sekali lagi saya GAGAL. Berat rasanya menerima kenyataan
seolah dunia berhenti berputar. Tetapi saya tidak mau larut dalam kesedihan,
selagi masih ada kesempatan, tidak boleh saya sia-siakan. Saya tidak menyerah
dengan PTN, saya mengikuti tes SBMPTN dengan mengambil IPB dan ITS masih tetap
kekeh pada Teknik Sipil. Tidak tau kenapa, saya hanya bercita-cita ingin kuliah
di Teknik Sipil. Saya hanya mengikuti apa kata hati saya. Doa, Ikhtiar, Tawakal
saya hanya meyakini itu. Setiap panjatan doa selalu saya memohon
“Ya Allah, ampuni hambaMu ini yang selalu banyak
meminta. Hamba hanyalah manusia yang ingin mendapat ridhoMu, Ya Allah.
Ridhoilah setiap langkah hamba. Jabahlah permohonan hamba... harapan hamba saat
ini hanyalah ingin membahagiakan orangtua, Ya Allah. Hanya itu. saya mohon,
permudahlah saya dalam menjalani segala usaha untuk bisa kuliah di perguruan
tinggi negeri..”
Hasil SBMPTN pun keluar. Sekali lagi saya tidak hanya
merasa dunia berhenti berputar, tetapi saya merasa seperti ditampar
berkali-kali, saya Gagal lagi. Mungkin, saya mengalaminya karena mengikuti
panggilan hati saya yang menuntun ke sana tetapi saya tidak menyesal karena hal
itu. Ini akan menjadi pecutan bagi saya untuk belajar lebih giat lagi. Masih
ada kesempatan, saya mencoba mengikuti tes di UNS Solo, kali ini dengan jurusan
baru D3 Kesehatan Masyarakat. Tidak hanya tes tertulis, tetapi juga
Wawancara. Semua tahap saya lalui, tetapi saya hanya manusia biasa yang sedang
mengalami namanya proses perjuangan, yang hanya bisa berusaha dan berdoa, sepenuhnya
Allah yang berkehendak, dan pengumuman pun menyatakan bahwa saya Gagal.
Kegagalan untuk kesekian ini air mata saya tidak mau menetes. Saya hanya
tersenyum menyeringai menyadari kenyataan pahit itu. Hati saya pun hancur.
Bukan karena belum mendapatkan apa yang saya mau, tetapi saya sungguh tidak
berdaya melihat kekecewaan yang kedua orang tua saya rasakan di setiap hari
pengumuman tiba. Berhari-hari saya bahkan belum bisa menerima apa yang di
timpakan di kehidupan saya. Sampai akhirnya entah karena sudah kebal di tolak
universitas Negeri, saya justru mendafar STAN. Sudah bisa di terka bahwa saya
pasti Gagal. Bahkan sejak awal saya melakukan pendaftaran saya tidak pernah
merasa yakin akan lolos, tapi saya tetap mencoba nya, sekalipun saya Gagal yang
terpenting saya sudah berusaha dengan kemampuan saya, berdoa dan tidak berputus
harapan. Begitu sering rupanya saya menyaksikan kegagalan di proses ini hingga
saya tidak bisa lagi menangis. Bahkan terlebih sering menertawakan diri sendiri
untuk sekedar menghibur kekecewaan kedua orang tua. Hopeless, sedih, malu,
kecewa, gengsi campur menjadi satu, tapi yasudahlah, apa gunanya menyesali yang
sudah terjadi. Bukankah ini namanya proses. Kalau gagal ya coba lagi. Semangat
seperti itulah yang Alhamdulillah terus tertanam di diri saya.
Sampai akhirnya saya mendaftar PMDK UNSOED Purwokerto.
Pagi-pagi buta, hujan berangkat ke Purwokerto demi sebuah cita-cita Universitas
Negeri. Saya sudah belajar keras semampu saya, berusaha dan mempelajari
soal-soal yang terdahulu. Saya pun sempat optimis, karena sedikit mudah dalam
mengerjakan soal. Berdoa pada Sang Pencipta pun saya panjatkan demi lancarnya
segala langkah yang saya lakukan. Tidak berhenti sampai disitu, selang beberapa
hari saya kembali tidak menyerah dengan PTN dengan mendaftar UNY Yogyakarta,
dan Diploma 3 UGM sekalipun saya tidak pernah mau jika ditawari untuk kuliah di
Kota Gudeg itu. Tapi ya, mau bagaimana lagi, saya harus berusaha dimanapun,
kapanpun. Saya selalu berusaha untuk memandang hidup ini dari sisi positifnya
karena meruntuki penyesalan hanya akan berujung dengan kegagalan. Menilik
kisah-kisah orang sukses di dunia ini, mereka yang berhasil meraih cita-citanya
adalah orang-orang yang memandang sebuah kegagalan sebagai cambukan untuk
mencoba lagi. Orang yang sukses adalah mereka yang jatuh tujuh kali tapi
bangkit delapan kali.
Tapi tidak pernah saya duga, Ayah menawari untuk
mencari sekolah Swasta. Saya menolak. Apa jadinya nanti kalau saya sekolah di
swasta? Bukan kualitas pendidikan nya yang saya ragukan. Karena menurut saya
menuntut ilmu dimanapun pasti sama terbukti dari SD sampai SMA saya tidak
pernah berminat memasuki sekolah-sekolah Favorit dan saya lebih nyaman dengan
hal-hal semacam itu. Hanya saja, saya tidak bisa membayangkan berapa rupiah yang
akan orang tua saya keluarkan untuk sekolah di Swasta? Bukankah sudah pasti
biayanya mahal? Kedua orang tua saya bekerja sebagai PNS memang dengan
tunjangan sertifikasi setiap bulannya. Tetapi, tahun ini saja, mereka berarti
harus membiayai ke empat anaknya kuliah perguruan tinggi. Kakak saya kuliah
semester akhir di UIN Yogyakarta, dan mbak saya di UNY Yogyakarta. Belum lagi
nanti kalau ditambah saya dan saudara kembar saya. Karena itulah tidak bisa
saya bayangkan apa jadinya kalau saya kuliah di swasta. “Nanti dulu ya pah,
kita tunggu hasil UNSOED, UNY dan UGM nya. Kalau memang masih gagal, ya berarti
memang bukan rejeki. Mungkin lebih baik menunggu tahun depan saja” Begitu
kiranya yang saya sampaikan kepada ayah saya.
Hari demi hari telah berlalu. Waktu pun cepat berlalu.
Saya sudah mengikuti tes dan tinggal berdebar menunggu hasilnya... Hari
pengumuman silih berganti dan lagi-lagi kekecewaan yang saya dapatkan. SAYA
GAGAL LAGI! Untuk yang kesekian kalinya. Saya amat malu pada orangtua karena
mengecewakan mereka. Bahkan saya merasa berdosa pada mereka. Sudah tak
terhitung berapa jumlah nominal yang harus dikeluarkan untuk mengikuti segala
tes masuk. Mungkin sekitar satu juta atau bahkan lebih.. “Ya Allah.. sebodoh
inikah saya?? Hamba benar-benar sangat kecewa dan terpukul.. bukan bermaksud
tidak mensyukuri, tapi saya merasa tidak ada artinya dibandingkan mereka yang
lebih pandai dari saya..”
Saya benar-benar terpuruk. Kiranya semua kemampuan
yang saya bisa telah saya upayakan demi membuat kedua orantua saya bangga.
Tetapi semuanya masih gagal. Akhirnya keputusan final Ayah mengharuskan saya
kuliah tahun ini. Tidak peduli negeri atau swasta. Saya sempat menolak dan
memprotes. Lebih baik menunggu tahun depan saja, kita coba lagi. Mungkin
setahun ini saya bisa ikut kursus atau bimbel? Tetapi tetap Ayah menolak.
“Sudahlah, jangan dipikirkan seberapa besar masalah biayanya. Kalau uang kan
masih bisa di cari. Yang terpenting kamu bisa kuliah, sukur-sukur bisa dapat
beasiswa. Bukankah kamu sendiri yang bilang bahwa kuliah dimana pun sama saja?
Lagian, kalau kamu nganggur mau ngapain setahun di rumah? Ayah hanya tidak mau
melihat kamu harus berputus harapan”. Mendengar itu semua saya benar-benar
merasa seolah-olah seluruh dunia menghujani saya dengan batu-batu runcing dan
menusuk tepat di dada saya. Tapi, kalau dipikir-pikir untuk apa saya sedih?
sedih itu untuk mereka yang belum siap menerima kenyataan, sedih itu untuk
mereka yang takut akan masa depan, sedih itu adalah mereka yang tidak
bersyukur, sedih itu untuk mereka yang tidak bisa melihat keindahan dari
keburukan. Saya harus bangkit! Saya akan menjalani hidup ini dengan tangan
terbuka lebar dan menerima segala rasa yang hidup ini tawarkan. Kecewa, galau,
gundah, gusar, maupun kesedihan, semuanya akan saya telan bulat-bulat meskipun
terasa pahit. Karena hanya dengan tangan terbuka lebar, saya juga membiarkan
perasaan-perasaan seperti harapan, semangat, optimisme, serta cinta datang dan
memeluk saya erat, mendorong saya untuk terus maju dan menjalani hidup ini dengan
benar-benar hidup. Dibalik semua ini, saya yakin Allah telah menyiapkan hal
yang baik untuk saya. Saya harus bangkit!. Legenda basket terkenal Michael
Jordan pernah berkata, “I can accept failure, everyone fails at something. But
I can’t accept not trying.”
Artinya, “Aku bisa menerima kegagalan, setiap orang
pernah gagal. Tapi aku tidak bisa menerima untuk tidak mencoba.” Selama kita
masih memiliki tujuan yang menggairahkan untuk dicapai, tidak pantas kita patah
semangat di tengah jalan, karena dalam kenyataannya, tidak ada sukses sejati
yang tercipta tanpa melewati kegagalan. Tujuan hidup saya masih panjang. Saya
harus membahagiakan kedua orang tua. PTN memang bukan segalanya. Kalau saya
berusaha lebih keras lagi saya pasti bisa mewujudkan cita-cita saya yang lain.
Jika saya jatuh, kemudian mengeluh dan menyerah, maka seperti inilah yang
namanya Gagal. Sejatinya saya bangga dengan diri saya sendiri. Tidak peduli
seberapa banyak saya terjatuh, saya akan tetap bangkit! Dari awal, memang apa
yang saya minta adalah Universitas yang baik, bagi dunia dan akhirat saya. Dan
betul, Allah mengijabah doa saya. Dengan membawa saya sekarang berkuliah di
Univeritas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Universitas dengan lingkungan kampus yang
Islami membuat saya berucap syukur tiada henti kepadaNya. Bersyukur bahwa saya
tetap ada di jalanNya. Membawa saya menjadi manusia yang lebih baik, saya
sangat bersyukur. Kita tahu, bahwa niat baik atau keinginan berbuat baik itu
selalu saja ada halangannya, tapi teruskanlah! Terus berusaha lakukan yang
terbaik, karena tak ada satu kesulitan yang dapat menghalangi 2
kemudahan!
(Q.S. Alam
Nasyrah 5-6)
فَإِنَّ مَعَ
الْعُسْرِ يُسْراً
إِنَّ مَعَ
الْعُسْرِ يُسْراً
“Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
“sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
Allah menyediakan 2 sisi yang saling berpasangan dalam
hidup, dibalik setiap nikmat ada cobaan yang menanti demikian juga
sebaliknya…dibalik setiap kegagalan dan cobaan ada kenikmatan yang juga
menanti. Begitu seterusnya antara nikmat dan cobaan silih berganti saling
melengkapi. Tantangan saya sebagai penerima paket tersebut adalah sama-sama
mensyukuri kedatangannya, 1 paket sekaligus…keberhasilan dan kegagalan.
Keyakinan mutlak bahwa tidak ada satupun daun yang
jatuh di belahan bumi ini tanpa se-izinNya, apalagi berkenaan dengan hasil
jerih payah kita dalam berusaha, tentulah ada “izin dan ingin”Nya…tentulah ada
“nikmat dan cobaan” sebagai paketnya. Sama seperti gagal dan berhasil, dibalik
kenikmatan pastilah ada cobaan begitu juga sebaliknya.
Jadi mensyukuri sebuah keberhasilan dan nikmat, itu
memang seharusnya. Bukan hanya bersabar, namun juga mensyukuri kegagalan dan
cobaan dengan ikhlas, barulah luar biasa! Tentulah akan ada makna mendalam yang
membekas dan mendapat point tinta emas dalam buku catatan amal kita kelak.
Yakinlah, apa yang Allah kehendaki pasti akan lebih
banyak manfaat ketimbang mudhorotnya. Serahkan, Ikhlaskan, Pasrahkanlah hanya
kepadanyaaa.. Semangat menjemput masa depan yang lebih baik!^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar